Kepergian Seorang Guru

Setiap goresan senyum yang merekah dari bibirmu
Setiap kata-kata yang keluar dari mulutmu akan terus tergambar abadi di atas kanvas memori kami
Setiap tetesan ilmumu yang kau berikan akan terus membasahi pikiran kami
Setiap perkamen-perkamen nasehat yang kau berikan akan selalu terpajang di dalam ruang hati kami

Jasadmu memang pergi mengikuti arah arus takdir yang telah ditentukan
tapi kiwa gurumu akan tetap selalu menemani kami
Pergilah! karena kami tak akan pernah melupakanmu

Berhenti Sejenak, Bukan Patah

Terkadang, kita perlu memberikan ruang agak leluasa untuk suatu himpitan beban. Kita perlu memberi kesempatan waktu untuk menata keadaan. Seperti orang yang tengah jatuh sakit, ia perlu meluangkan waktu beberapa lama untuk mengembalikan kesehatannya kembali. Atau, seperti orang yang membawa beban berat, ia juga perlu menarik nafas untuk bisa melanjutkan perjalanannya kembali dengan suasana yang lebih baik. Ya, perhentian, persinggahan, tafakkur, merenung, itu sebenarnya memang perlu.

Sikap memaksakan perubahan besar dalam waktu singkat juga bukan sikap yang bijaksana. Rasulullah W pernah menyebutkan sebuah permisalan, tentang sikap seorang musafir yang ingin sesegera mungkin mencapai suatu tujuan lalu terus menerus memacu hewan yang dikendarainya. Tapi akhirnya, orang tersebut justru tidak mampu sampai ke tujuan lantaran hewan kendaraannya justru terlalu lelah dan tidak mampu melanjutkan perjalanan berikutnya. Rasul SAW menyampaikan permisalan tersebut terkait dengan anjuran agar setiap orang bisa menyikapi panduan-panduan dalam beramal shalih, secara proposional.

Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW mengajak kita mengerti tentang hal ini dalam sabdanya,"Sesungguhnya agama ini kuat, maka arungilah agama ini dengan lemah lembut." (HR Ahmad, 2/199). Dalam hadits lainnya, Rasul menegaskan sikap manusia yang memang tak mampu melawan sikap kerasnya sendiri."Sesungguhnya agama itu mudah. Tidaklah seseorang memberatkan agama ini kecuali ia pasti akan terkalahkan." (HR Bukhari). Menurut Imam Ibnu Hajar rahimullah saat menjelaskan hadits ini, "Tidaklah seseorang memperdalam amal-amal agama, kemudian dia meninggalkan kelemah lembutan kecuali ia akan melemah dan terputus dari amalnya, lalu ia terkalahkan." (Fathul Bary, 1/94)

Maka, perhentian yang memerlukan rentang waktu itu seringkali diperlukan. Syaratnya, perhentian ini harus disikapi sejak awal sebagai terminal semantara saja, bukan perhentian yang merupakan tujuan utama. Sejak dahulu, para salafushalih pun memerlukan fase-fase peristirahatan sementara seperti ini. Abu Darda salah seorang shahabat Rasulullah yang terkenal sebagai 'abid karena banyak melakukan ibadah itu bahkan mengatakan, "Sesungguhnya aku menggunakan sedikit yang 'bahtil' untuk menjadikanku lebih semangat dalam menegakkan kebenaran." Yang dimaksud 'bathil' dalam ucapan Abu Darda, adalah soal kelezatan dan syahwat yang sebenarnya menjadi tuntutan fitrah manusia. Bagi Abu Darda kelezatan dan syahwat itu memang suatu yang bathil mengingat banyak oarang yang terjerat di dalamnya, karena tak mampu mengontrol diri saat berinteraksi dengan dua hal tersebut.

Intinya, peristirahatan, perhentian, peregangan otot, waktu untuk berfikir, merenung, gejolak jiwa, adalah keharusan. Karena kita memang manusia, bukan batu karang yang terus berdiri dihempas ombak. Karena kita manusia, bukan batu gunung yang tetap bergemingoleh terpaan kuat angin topan.

Dikutip dari Tarbawi, Edisi 106 Th. 7/Rabi'ul Awwal 1426 H

Wassalam,



by : Sandra Jamiatu Rahmah

Agar aBelajar Jadi Optimal

1. MENGUATKAN KEMAUAN
Ingat, Innamal a'malu binniat, segala sesuatu tergantung niatnya. Jika kita berniat menjadi lebih baik, yang harus dilakukan adalah menentukan tujuan dengan jelas sejak awal tahun. Kita pun harus senantiasa mengingatkan diri sendiri tentang pentingnya belajar. Satu hal lagi, ingatlah bahwa persaingan itu selalu ada. Jadi, kamu lebih terpacu untuk selalu berusaha lebih baik.

2. MEMUSATKAN PERHATIAN DAN KONSENTRASI
Coba deh cari tempat belajar yang bisa membantu kamu lebih konsentrasi, misalnya penerangnnya cukup, tidak terlalu bising de el el. Tapi tentu saja tidak kemudian dipaksakan dan mengorbankan anggota keluarga lainnya. Jika rumahmu termasuk rumah yang ramai, kamu harus menentukan jam belajarmu. Insya Allah anggota keluarga yg lain akan membantu dengan bersikap lebih tenang pada jam-jam belajarmu tersebut.

3. MEMBACA DAN MENDALAMI BACAAN
Belajarlah membaca secara keseluruhan, teliti, dan mendetil. Ini akan memudahkanmu memahami tajuk bacaan dan membuat apa yg telah dibaca tidak mudah terlupakan. Selain itu, coba deh untuk membuat soal2 di tepi bacaan yang nantinya bisa dijawab. Lalu, biasakan menandai bagian yang penting dengan stabilo atau spidol berwarna serta membuat ringkasan mengenai hal2 yang pokok atau penting dari suatu bacaan.

4. MENGHAFAL
Dalam menghafal cobalah untuk mecicilnya, jangan membiasakan diri untuk SKS (Sisten Kebut Semalam). Percaya deh, ga bakan optimal hasilnya ketimbang kamu mencicil menghapal karena otak kita pun memiliki keterbatasan.

5. MENGULANGI HAPALAN SEBELUM TIDUR
Sebelum tidur adalah waktu yang tepat untuk mengulang bacaan atau hapalan, karena otak kita dalam keadaan rileks yang memudahkan pemahaman. Perlu kesadaran yang tinggi untuk membiasaakannya.

6. BELAJARLAH SETELAH SHALAT MALAM (TAHAJUD)
Waktu fajar (antara pukul 03.30 sampai 04.30) menurut hasil penelitian adalah masa yang paling baik untuk belajar dan menghapal. Karena otak dan tubuh kita berada dalam keadaan fresh dan sangat baik jika dimanfaatkan untuk belajar.

Nah, ga susah kan belajar dengan baik dan benar? Yang di butuhkan adalah niat dan kesungguhan.


by : Sandra Jamiatu Rahmah

Potret Teman Ideal

Sing a Song dulu yukk,..

::Selama ini ku mencari-cari
teman yang sejati..
buat menemani perjuangan suci....

Hmm.. ga bosen deh ngedengerin ni lagu..

Oya,
Setuju ga, Manusia adalah makhluk sosial?? Artinya sampai kapan pun dan dalam keadaan bagaimana pun manusia tetap membutuhkan individu lain sebagai partner sosialnya. Sehebat apa pun manusia, mustahil dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Sebab dalam segala urusan, besar ataupun kecil, bahkan ketika tertawa pun manusia membutuhkan kehadiran orang lain.

Kecenderungan hidup bersama itu menjadikan manusia selalu mencari orang lain sebagai teman. sayangnya tidak semua teman membahagiakan. Adakalanya teman malah menimbulkan masalah. Begitu pun pengaruh seorang teman. Ada yang membawa pengaruh positif dan ada yang negatif. Karenanya muncul istilah teman ideal dan teman tidak ideal.

Teman ideal adalah teman yang mempunyai karakter seperti sahabat Nabi saw. Landasan persahabatan antara Nabi dan teman-temannya adalah kecintaan kepada Allah SWT. Karenanya persahabatan mereka kokoh, tak usang terkena panas dan tak lapuk terkena hujan. Sungguh, persahabatan terindah yang pernah ada sepanjang sejarah.

Di zaman sekarang bukan mustahil kita pun mampu menjalin persahabatan seperti persahabatan Rasul dan para sahabatnya. Asal niat kita dalam menjalin persahabatan sma persis dengan niat yang dimiliki Rasul dan para sahabatnya, yaitu mencari Ridha Alah semata. Namun, tak ada salahnya bila kita menetapkan kriteria dalam memilih sahabat.

Ada beberapa ciri dan karakter teman ideal.
1. Dia harus teguh dan istiqomah memegang nilai kebenaran. Seperti keteguhan Ammar bin Yasir dan keluarganya dalam mempertahankan aqidah. Siksa pedih yang akhirnya mengantarkan kedua orang tuanya gugur sebagai syuhada tak membuatnya berpaling dari islam.

2. Dia selalu dekat dalam suka dan duka kita. Sebagaimana Assabiqunal awwalun yang senantiasa mendampingi Rasulullah saw walaupun kaum kafir menganggap Nabi sebagai pendusta, orang gila dan sebagainya.

3. Dia mau mengoreksi kesalahan kita. Dalam hadits disebutkan, "katakanlah yang benar walau itu pahit". Memang kritikan itu tidak enak, bahkan kadang menyakitkan tapi untuk kebaikan, kita harus berbesar hati menerimanya.

4. Dia rela berkorban. Kerelaan para sahabat Nabi dalam berkorban sangat mengagumkan. Abu Bakar Ash-Shiddiq misalnya. Dia rela mengorbankan seluruh harta kekayaan yang dimilikinya untuk membiayai suatu pertempuran yang akan dihadapi kaum muslimin.

Kriteria yang disebutkan di atas hanya sebagian dari karakter mulia yang dimiliki para sahabat Nabi saw. Sudahkah teman-teman kita memiliki karakter seperti itu? Dan apakah kita sendiri memiliki akhlak sebagaimana akhlak Rasulullah saw dan para sahabat? Suatu pertanyaan yang harus di jawab dengan ikhtiar dan niat yang sungguh-sungguh.
Wallah a'lam bishshowab..

Lanjutin nyanyinya ah...

::Bersyukur kini padaMu Illahi..
teman yang ku cari
selama ini, telah kutemui...
uuuhh...uuuhhh...uuuhhh...wo u wooo...

Wassalam,


by : Sandra Jamiatu Rahmah

Seorang Ibu

Saat tangisanmu memecah kesunyian malam
tak ada satupun yang mendengarmu
dengan tulus dia beranjak dari tempatnya untuk memelukmu

saat ketakutan menyergap
tak ada sedikitpun keberanian yang tersisa
dia datang memberikan keberanian itu

saat kau merasa semua harapan sudah tak ada lagi
dia datang menunjukkan jalan
jalan menuju ke sebuah pintu harapan yang besar

saat semua temanmu menghilang
tak ada satupun orang yang ingin menemanimu
dia datang sebagai teman
teman yang setia

saat kesedihan melanda
seakan tak akan ada lagi kegembiraan dalam dirimu
dia kan datang untuk menghiburmu

tak kan pernah dia mengeluh
tak kan pernah dia merasa bosan
dia melakukan itu cuma untuk satu hal
kebahagianmu

tak kan pernah dia meminta balasan
tak kan pernah dia meminta bayaran
yang dia inginkan cuma satu
kebahagianmu

kebahagianmu adalah kebahagiannya
semua itu bisa dilakukan karena
dia adalah seorang ibu